Seorang pemuda bernama Domy mendatangi Gus Nasrulkhan dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Gus Nas berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana, cenderung klomoh. Bukankah di masa seperti ini berpakaian nyetil
Sang guru hanya nyengir tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin disalah satu jarinya (yg jempol semua), lalu berkata, "Sohib muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar baru di JL Gajah Mada Toeban. Bisakah ente menjualnya seharga satu keping emas?"
Melihat cincin Gus Rul yang kotor, bulukan dan boloten, pemuda tadi 'nyengir jaran' merasa ragu, "Satu keping emas? Ana tak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu Gus", dalam hati Domy menyerigai sambil mikir, apa ini orang bahlul ya?
"Cobalah dulu, sohib muda, siapa tahu (sokran sing dari) kamu berhasil"
Pemuda kutilan itu pun bergegas ke pasar. la menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya, cuma pedagang korma yg tak diwarinya, entah knapa. Ternyata, tak seorang pun berani beli seharga satu keping emas. Mereka menawar hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak, mungkin takut kualad Gus Khan. la kembali ke padepokan Gus Khan dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dan satu keping perak"
Gus Khan, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah ente ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan ndisiki kerso buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian".
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud dan ia langsung kembali kepada Gus Nasrul dengan raut wajah yang lain, ia kemudian melapor, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dan cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi tinimbang daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar"
Gus Nas tersenyum manis simpul sambil berujar kalem (sak kal gelem), "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi anak muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya, raine, dapurane. Hanya "para pedagang sayur, ikan, daging dan cumi di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas"
"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu ngesob melihat ke kedalaman jiwanya, sakjeroning ati. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita TAK BISA menilainya hanya dengan tutur kata, toto kromo (bukan toto tentrem) dari sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas (ternyata mbak) ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas (misal : mas sigit)"
Sudah ketemu pesan moral dalam kisah ini?
PESAN MORILNYA :)
1. Jangan menjual cincin ke tukang sayur, tukang bakso, apalagi tukang jagal sapi, NGREPOTI !
2. Domy berprasangka buruk pada tukang korma, padahal orang itu asli arab yg paling mungkin punya keping emas.
3. Domy jelas-jelas salah total cari keping emas di Pasar Baru Toeban.
4. Domy ancene dawa', meguru kok nggacor ae !
5. Makanya jangan tiru Domy.
6. Aaah sudahlah, aku semakin gak enak untuk terus menggurui ente. Jadi tulis aj pesan moril yg pas di bawah ini, toh ente lebih pintar dari tokoh fiktif Domy.
Kisah ini sepenuhnya fiktif, hanya sebagai materi kisah teladan. Apabila anda menemukan kesamaan nama , cerita dan tempat maka itu memang disengaja. Jangan marah, apalagi dendam, namanya juga kisah teladan.
Just 4 Fun and Learn,
Sigit Bravo
2 komentar:
Hehehe - - -bisa aj mas sigit,
jelas-jelas benang merahnya kita tak boleh menilai hanya dari casingnya /sekilas aj khan?
Mas, aq kirim fotoku by MMS ke 08122336613, tolong forward ke saya temen2 yg mao kontak/reunian ya.
TQ banget lo Mas
Salam,
Heny & the gank
Hehehe gak enak kan digurui?
SAMA, ok deh foto2 tak pasang spy bs reunian. Pesen aja dibuku tamu utk "next plan antar temen".
OK V-thanks,
Posting Komentar