~ Memberi Tanpa Menilai ~
Cobalah untuk mengawali suatu hari anda dengan niat untuk memberi. Mulailah dengan sesuatu yang kecil yang tak terlalu berharga di mata anda. Mulailah dari uang receh. Kumpulkan beberapa receh yang mungkin tercecer di sana-sini. Hanya untuk satu tujuan: diberikan. Apakah anda sedang berada di bis kota yang panas. Lalu datang pengamen bernyanyi memekakkan telinga. Atau anda sedang berada dalam mobil ber-ac yang sejuk, lalu seuntai tangan kecil mengetuk meminta-minta. Tak peduli bagaimana pendapat anda tentang kemalasan, kemiskinan dan lain sebagainya. Tak perlu banyak pikir. Segera berikan satu dua keping pada mereka.Barangkali ada rasa enggan dan kesal. Tekanlah perasaan itu seiring dengan pemberian anda. Bukankah tak seorang pun ingin memurukkan dirinya menjadi pengemis. Ingat, kali ini anda hanya sedang "berlatih" memberi, mengulurkan tangan dengan jumlah yang tiada berarti? Rasakan saja, kini sesuatu mengalir dari dalam diri melalui telapak tangan anda. Sesuatu itu bernama kasih sayang.
Memberi tanpa menilai & pertimbangan bagai menyingkirkan batu penghambat arus sungai. Arus sungai adalah rasa kasih dari dalam din. Sedangkan batu adalah kepentingan yang berpusat pada diri sendiri. Sesungguhnya, bukan receh atau berlian yang anda berikan. Kemurahan itu tidak terletak di tanqan, melainkan di hati . . .
~ Luka ~
Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah. Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah . . . Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati pelajaran bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.
Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya membentahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. "Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku. Tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. "Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini . . . di hati orang lain.
Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu . . . Tetapi tidak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada . . . dan luka karena kata-kata adalah sama buruknva denqan luka fisik . . . "
Note: pelajaran tak ternilai untuk diriku.
0 komentar:
Posting Komentar